Di Indonesia, baik di kota maupun di desa, pengelolaan sampah masih terus diupayakan. Menurut Indonesian Zero Waste Aliance, tingkat kapasitas pengelolaan sampah di Indonesia masih rendah. Sampah yang dikelola dengan baik dan benar hanya sekitar 32%, karena sebagian besar operasional TPA merupakan pembuangan terbuka (open dumping). Selain itu, riset dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa hanya 7% sampah di Indonesia yang dapat di daur ulang sedangkan sekitar 69% sampah di biarkan menggunung di Tempat Pembuangan Sampah (TPA).
Dalam menyelesaikan masalah tersebut, baik pemerintah maupun swasta giat menggalakkan program Zero Waste yang sudah lebih dahulu diterapkan di beberapa negara seperti India, China dan Filipina yang dikenal dengan sebutan Zero Waste Cities. Program Zero Waste Cities diadopsi dari Mother Earth Foundation di Filipina. Pada tahun 2017, program tersebut aktif dilakukan di tiga kota yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung. Seiring berjalannya waktu, program Zero Waste Cities ini dilakukan pula di Kota Surabaya dan Denpasar yang dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Ecological Observation and Wetlands Conversation (Ecoton).
Bermula dari YPBB Bandung, program Zero Waste Cities ini dijalankan.Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung adalah organisasi non-profit profesional berlokasi di Kota Bandung yang mempromosikan dan mempraktikkan hidup selaras alam secara konsisten untuk meningkatkan kualitas hidup yang baik dan berkelanjutan bagi masyarakat. Menurut YPBB Bandung, Zero Waste Cities merupakan program yang mengutamakan peran rumah tangga dalam memilah sampah dengan bantuan pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar terbentuknya pengelolaan sampah yang tersistem, terukur dan berkelanjutan. Sedangkan manfaat lain dari Zero Waste Cities adalah berkurangnya pengelolaan sampah di tingkat Kota / Kabupaten sehingga apabila hal ini dapat diterapkan secara luas, target pengurangan sampah dapat tercapai.
Dikutip dari artikel Hariza Adnani yang dimuat dalam media.neliti.com, sampah mengandung tiga komponen utama yaitu adanya sesuatu benda atau bahan padat, ada hubungannya langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan manusia, dan benda atau bahan padat tersebut sudah tidak digunakan lagi oleh manusia. Produksi sampah diperkirakan meningkat dari 800 gr/hari/kapita menjadi sebanyak 910 gr/hari/kapita. Baru sebanyak 11,25 % sampah didaerah perkotaan yang diangkut petugas, sedangkan di daerah pedesaan 19 %. Sampah sisanya dibakar, dibuat kompos, dan dibuang ke kali bahkan di buang sembarangan tempat. Semua ini terjadi karena perilaku manusia. Untuk itu, peran petugas sampah sangat diperlukan dalam manajemen pengelolaan sampah.
Program Zero Waste Cities tanpa kita sadari sudah diterapkan oleh pihak yang sering dipandang sebelah mata, yaitu petugas sampah. Menjalani profesi sebagai petugas sampah bukan berarti tidak ada hambatan. Belum lagi, kesan masyarakat mengenai profesi ini adalah kotor, bau tidak sedap, banyak kuman dan lain sebagainya. Para petugas sampah mengaku, profesi ini dilakukan karena tidak ada pilihan pekerjaan lain yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikan mereka. Mirisnya, pekerjaan tersebut hanya menghasilkan beberapa ratus ribu rupiah setiap bulannya.
Dilihat dari sisi kualitas hidup, kesejahteraan petugas sampah tentu kurang layak. Petugas sampah seringkali mengalami cedera akibat sampah yang ditangani pada saat melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak aman. Hasil wawancara dengan salah seorang petugas sampah, ia mengaku hanya memakai sepatu saat mengangkut sampah, kalaupun ia sedang merasa risih, ia hanya memakai sandal. Semua perlengkapan seperti sapu, tempat sampah, alat angkut sampah ia usahakan sendiri sedangkan garu dan gerobak adalah bantuan dari RW setempat.
Berdasarkan
hasil wawancara dari beberapa petugas sampah, begitu ia ditanya tentang
perilaku apa yang ia lakukan dalam menjalankan tugasnya, kebanyakan
petugas sampah sebenarnya sadar akan pentingnya menjaga kesehatan karena
resiko pekerjaan mereka tidaklah kecil, tetapi keadaan keuangan yang
minim membuat mereka terpaksa "bekerja seadanya, yang penting nanti
dapat uang". Salah seorang petugas sampah mengaku, ia pernah mengikuti
Penyuluhan tentang Kesehatan dan pengelolaan Sampah dari Pemerintah
Kantor Kebersihan / PU. Semua petugas sampah diberikan penyuluhan dan
diberikan sumbangan berupa gerobak besi yang merupakan sumbangan dari
partai, namun itu sudah lama, sekitar 5 atau 6 tahun lalu.
Selain itu, tidak jarang lingkungan rumah tempat tinggal petugas sampah juga sering digunakan untuk mengumpulkan sampah yang masih bisa dijual kembali. Tentu hal ini menimbulkan kesan rumah yang kotor dan tidak terawat. Lantas, bagaimana dengan kondisi keluarga petugas sampah? Banyak diantara mereka yang hidup seadanya bahkan anaknya tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena masalah biaya.
Pak Yanto, salah seorang petugas sampah mengaku, penghasilannya yang tak seberapa membuat dirinya dan keluarga sudah sangat bersyukur mendapat penghasilan yang hanya cukup untuk makan. Tak jarang, kedua anaknya, Iwan dan Sintia ikut membantu dirinya mencari sampah yang bisa dijual kembali agar mereka mendapat tambahan uang untuk jajan. Pak Yanto pun pernah mengalami kecelakaan kerja dimana kakinya terkena pecahan kaca sewaktu mengangkut sampah dari salah seorang rumah warga. Dari hal tersebut, sudah sepatutnya pekerjaan ini mendapat perhatian lebih agar kualitas hidupnya dapat meningkat. Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup melalui kesejahteraan petugas sampah, hal mudah yang dapat kita terapkan di tingkat rumah tangga adalah dengan melakukan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Pemilahan sampah tersebut selanjutnya akan diambil oleh petugas sampah.
|
Pengumpulan terpilah oleh warga RW 7 Kelurahan Lebakgede Bandung. Sumber : http://ypbbblog.blogspot.com/ |
|
Selain itu, peningkatan kualitas hidup petugas sampah oleh pemerintah salah satunya diterapkan pada beberapa daerah misalnya di Kota Surakarta dimana para petugas sampah diupayakan kualitas hidupnya melalui kesehatan seperti yang dikutip dalam laman jatengprov.go.id dimana Walikota Surakarta meminta agar seluruh petugas sampah didaftarkan dalam Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dibiayai dari APBD Kota Surakarta sebagai jaminan kesehatan warga Surakarta. Ia juga meminta para petugas sampah untuk memanfaatkan cek laborat gratis di masing-masing Kelurahan. Hal serupa diharapkan dapat diterapkan di Kota / Kabupaten lainnya demi meningkatkan kualitas hidup petugas sampah.
Contoh lain sebagaimana yang ditulis oleh Iwut Wulandari bahwa YPBB Bandung melalui program Zero Waste Cities dengan dana USAID dan Plastic Solution Fund bekerjasama dengan DLHK Kota Bandung, UPT Puskesmas Cijerah, UPT Puskesmas Puter dan UPT Puskesmas Neglasari sebagai wujud terima kasih kepada petugas sampah mengadakan cek pemeriksaan kesehatan gratis. Bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada tanggal 21 Februari 2020, kegiatan tersebut merupakan bagian dari target program Zero Waste Cities yaitu meningkatkan kualitas hidup petugas pengumpul sampah. Kebersihan wadah pengumpulan sampah dan pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir akibat dari mikroorganisme penyebab penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan petugas pengumpul sampah dari jenis-jenis sampah.
Menjelang Hari Peduli Sampah Nasional tanggal 21 Februari mendatang, perilaku Bijak mengelola sampah sudah sepatutnya kita lakukan. Menurut YPBB Bandung
ada beberapa cara yang bisa diterapkan dalam melakukan pengelolaan sampah yaitu :1. Lubang Kompos. Panduan lengkap mengenai cara pembuatan lubang kompos, bisa dilihat melalui link berikut Panduan
Lubang Kompos.
2. Bata Terawang, Panduan lebih lanjut
tentang pembuatan bata terawang bisa dilihat melalui link berikut Panduan
Bata Terawang.
3. Biodigester. Cara kerja dan penggunaan biodigester bisa dilihat di Biomethagreen.
4. Keranjang Takakura. Video pengolahan sampah organis bisa dilihat di link ini.
5. Lubang Resapan Biopori. Pembuatan lubang resapan biopori ini
dibaca di Panduan
Lubang Resapan Biopori.
|
5 Alternatif Cara Menyuburkan tanaman ala Zero Waste Cities. Sumber : postingan IG YBB Bandung
|
Selain 5 cara diatas, bijak mengelola sampah secara sederhana dapat dilakukan dengan menerapkan 3R yaitu Reduce (mengurangi penggunaan barang yang akhirnya menjadi sampah), Reuse (memakai kembali produk yang masih bisa dipakai) dan Recycle (mengolah barang yang masih bisa dimanfaatkan). Bukan tidak mungkin di masa yang akan datang, kebiasaan ini akan mendukung program Zero Waste Lifestyle sehingga dapat berdampak baik dalam kehidupan.
|
Sumber : Google
|
|
Sumber : Google
|
Sejatinya, pengelolaan sampah yang baik dan benar serta didukung oleh gaya hidup yang sadar akan lingkungan dapat menciptakan
kenyamanan bersama. Terkait hal tersebut, tanpa kita sadari, petugas sampah merupakan profesi yang mulia. Bagaimana tidak, mereka merupakan garda terdepan kebersihan lingkungan. Dan kita ikut berpartisipasi melalui program Zero Waste Cities adalah bentuk support dalam menjaga bumi ini. Menjaga bumi sekaligus menjaga manusianya, bukan?
Referensi :
https://drive.google.com/drive/folders/1GJ4NnUJvNAn_KmKgvQW5xw4qdKdzKJvl?usp=sharing
http://ypbbblog.blogspot.com/
Perilaku Petugas Sampah, Hariza Adzani